Nabi Ibrahim AS, Menemukan Allah Melalui Pengamatan pada Alam


Allah menyelamatkan Ibrahim dari kebengisan Raja Namrud. Ibrahim pendiri Baitullah (Ka’bah), yang menghancurkan berhala-berhala dan menyeru manusia untuk hanya menyembah Allah.

Ibrahim dilahirkan di sebuah tempat bernama Faddam, A’ram, Mausul, Irak, yang termasuk wilayah Kerajaan Babilon.  Pada 2.295 SM. Kerajaan Babilon waktu itu diperintah oleh seorang Raja yang bengis dan mempunyai kekuasaan yang absolut, yaitu Namrudz. Ayah Ibrahim bernama Azar (Tarih) bin Tahur bin Saruj bin Rau’ bin Falij bin Aabir bin Shalih bin Afrakhsyad bin Sam bin Nuh AS. Ia adalah seniman membuat patung yang ulung, dan sangat dicintai oleh Raja Namrud. Patung-patung buatan ayahnya itu dijadikan sesembahan. Patung-patung itu dianggap sebagai Tuhan.

Suatu saat, Raja Namrud mendapat firasat, bahwa suatu waktu akan lahir anak laki-laki yang akan menjatuhkan tahta kerajaannya. Sejak itu, Raja Namrud -  yang mengaku dirinya sebagai Tuhan – memerintahkan tentaranya agar menjaga seluruh pelosok negeri. Bila menemukan bayi lelaki, mereka harus segera membunuhnya. Hal ini leluasa dilakukannya, sebab memang negeri Irak pada saat itu tidak mempunyai undang-undang. Semua keputusan ada di tangan Raja.

Maka banyak sekali bayi lelaki yang mati pada masa itu. Pada masa itu pula, bayi lelaki dilahirkan istri Azar (dalam Kitab Taurat, Azar disebut dengan nama Taroh). Mendengar berita buruk itu, Azar membuang Ibrahin ke Gua di dalam Hutan. Atas kehendak Allah, Ibrahin tidak di ganggu binatang buas. Diapun tidak pernah kelaparan dan kehausan. Atas kehendak Allah pula, jari-jari Ibrahim dapat mengeluarkan cairan Madu. Mulut Ibrahim tinggal mengulum dan mengecup jari-jemarinya yang dapat mengeluarkan madu itu, bila dia lapar dan haus. Menurut perkiraan Azar, bayi yang dibuangnya itu sudah mati dimakan binatang buas, atau mati karena kelaparan dan kehausan.

Masa kecil Nabi Ibrahim hampir sama dengan masa kecil Nabi Musa, yaitu sama-sama dibuang dan dipisahkan dari keluarga orang tuanya, karena saat itu ada undang-undang yang melarang memelihara bayi laki-laki yang lahir pada tahun itu.
Di zaman Nabi Musa, Raja Fir’aun yang mengeluarkan peraturan bahwa setiap bayi laki-laki dari Bani Israel yang lahir pada tahun itu, harus di bunuh, sehingga banyak bayi laki-laki dari bani Israel yang menjadi korban keganasan Fir’aun.
Sedangkan pada zaman Nabi Ibrahim, Raja Namrudz mengeluarkan Undang-undang kerajaan, yang melarang memelihara dan harus di bunuh semua bayi laki-laki yang lahir pada tahun itu tidak perduli anak siapapun. Kedua Raja yang zalim itu mengeluarkan peraturan yang sama, karena mereka merasa khawatir dan takut jika ada bayi laki-laki dibiarkan hidup, mungkin nanti ada diantaranya yang dapat menghancurkan kerajaannya.

Orang tua Nabi Musa menghanyutkan anaknya ke sungai Nil dimasukkan ke dalam sebuah peti dengan tujuan supaya anak itu tidak dituduh sebagai bayi Bani Israel, dan ia berharap bayi itu dapat di temukan dan dipelihara oleh orang lain. Demikian juga orang tua Nabi Ibrahim, walaupun agamanya agama berhala, tetapi dia tidak sampai hati membunuh anaknya sendiri, Ibrahim. Akhirnya dia memutuskan membuang anaknya itu ke Hutan rimba. Menurut perhitungannya, pasti Ibrahim akan mati di tengah Hutan rimba itu, mungkin akan dimakan ular, srigala atau binatang buas lainnya.

Ternyata dugaan Azar meleset, melihat Ibrahim sehat segar-bugar dan makin besar, Azar senang sekali. Ibrahim ingin pulang, tetapi Azar melarang, karena keadaan di dalam kota tidak aman bagi anak-anak laki-laki. Setelah remaja Ibrahim pun keluar dari dalam gua untuk mencari ibu dan ayahnya. Saat itu, dia makin memahami keadaan dengan pikirannya yang cerdas.

Keajaiban atau keanehan ini disebut irhash, yaitu suatu keajaiban yang luar biasa yang terjadi pada diri seorang Rasul semasa kecilnya, dengan izin Allah SWT.

Ketika dewasa, Ibrahim di utus Allah menjadi rasul-Nya. Nabi Ibrahim heran menyaksikan ayahnya menyembah patung buatannya sendiri. Penduduk negeri pun menyembah berhala. Raja Namrud begitu juga. “Apa-apaan ini,” pikir Nabi Ibrahim.

Nabi Ibrahim memohon kepada Allah agar memperlihatkan kekuasaan-Nya, menghidupkan orang-orang yang sudah mati, seperti tertulis dalam Al-Qur’an, Al-Baqarah, Ayat 260. “Dan ingatlah ketika Ibrahim Berkata, “Ya Tuhanku, perlihatkan kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.” Allah berfirman, “Apakah kamu belum percaya?, Ibrahim menjawab, “Hamba percaya, tetapi agar bertambah mantap hati hamba.” Allah Berfirman, (Kalau demikian) ambillah empat ekor burung, lalu cincanglah burung-burung itu, kemudian letakkanlah burung-burung itu pada bukit-bukit, sesudah itu kamu panggillah burung itu, niscaya mereka akan datang padamu dengan segera, dan ketahuilah Allah mahaperkasa dan Maha Bijaksana.”
Setelah menerima bukti-bukti dari Allah, mengenai apa-apa yang diinginkannya, Nabi Ibrahim merasa puas.
 

0 komentar:

Post a Comment