Proses Penyerbukan (Polinasi) Tumbuhan dalam Al-Qur’an dan Hadits

 Foto: = Proses Penyerbukan (Polinasi)  Tumbuhan dalam Al-Qur’an dan Hadits =

“Dan kami tiupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan kami turunkan hujan dari langit, dan kami beri minum kamu dengan air itu…”. (Surat al-Hijr: 22)

Jauh pada abad ke 6 lalu, proses penyerbukan atau dikenal dengan istilah “Polinasi” telah diketahui oleh bangsa arab berikut juga dengan mekanisme penyerbukan buatan yang hingga sekarang kita pelajari di Sekolah Menengah Hingga Perguruan Tinggi.

Imam Muslim dan Ahmad bin Hambal meriwayatkan dari Abi ‘Awanah dan simak dari Musa bin Thalhah berikut ini :

“ Dari Thalhah bin Abdullah, dia berkata, ‘ Aku berjalan bersama Rasulullah SAW di kebun kurma kemudian beliau melihat sekumpulan orang sedang melakukan penyerbukan. Beliau bertanya, ‘ Sedang apa mereka ?’ Para sahabat menjawab, ‘Mereka sedang melakukan penyerbukan kurma.’ Mereka mengambil benang sari kemudian meletakkannya di putik sehingga terjadi penyerbukan. Rasulullah SAW berkata,’ Aku kira itu tidaklah berguna’. Akhirnya, merekapun turun dari pohon. Ternyata, buahnya berjatuhan(Menjadi buah yang tidak layak makan). Kemudian, berita tersebut sampai kepada Rasulullah SAW. Beliau langsung bersabda, ‘ Sesungguhnya, itu adalah sebuah dugaan. Jika itu berguna, gunakanlah oleh kalian. Dugaan itu bisa benar bisa juga salah dan tentu kalian lebih mengetahui perkara/urusan dunia kalian, tapi sungguh aku tidak mengatakan kepada kalian, “Allah Berfirman”, Karena aku takkan pernah berbohong kepada Allah” (HR.Musim)

 “ Mereka mengambil benang sari kemudian meletakkannya di putik sehingga terjadi penyerbukan”

Potongan hadits tersebut secara detail menjelaskan bagaimana terjadinya penyerbukan atau lebih
khususnya penyerbukan dengan bantuan manusia (Antropogami)  pada tumbuhan. Subhanallah !
Tentunya hadits ini telah diucapkan jauh sebelum Gregor Johann Mendel  melakukan percobaan persilangan tanaman kacang ercisnya pada abad ke 19 seperti yang dipelajari di buku-buku biologi.

Selain itu, Allah SWT juga telah menjelaskan bagaimana penyerbukan di dalam Al-Qur’an yang merupakan petunjuk dan pedoman bagi manusia serta induk dari segala ilmu.

“Dan kami tiupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan kami turunkan hujan dari langit, dan kami beri minum kamu dengan air itu…”. (Surat al-Hijr: 22) 

Dalam Tafsir Departemen Agama Indonesia , dijelaskan bahwa dalam ayat ini Allah SWT Menghembuskan angin yang menerbangkan tepung sari dari beragam bunga. Maka hinggaplah tepung sari jantan pada putik bunga, sehingga terjadilah perkawinan yang memunculkan bakal buah, dan buah-buahan menjadi masak terasa yang lezat dan nikmat bagi manusia serta bijinya dapat tumbuh dan berbuah pula di tempat lain. Menurut kajian ilmiah, ayat diatas nampaknya memberikan isyarat tentang proses fenomena botanik yang dikenal dengan penyerbukan atau persarian. Pada tumbuhan berbijji terbuka (Gymnospermae) maka penyerbukan atau persarian adalah peristiwa jatuhnya serbuk sari (Polen) pada liang bakal biji (Microphyl) yang berhubungan langsung dengan bakal biji. Sedangkan pada jenis  tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae), maka penyerbukan atau persarian adalah peristiwa jatuhnya serbuk sari (Pollen) dari benang sari (Stamen) ke kepala putik (Stigma). Penyerbukan kemudian diikuti dengan pembuahan atau fertilisasi. Inilah proses perkawinan di dunia botani (Tumbuh-tumbuhan). Penyerbukan memerlukan perantara atau vector. Berdasarkan perantanya atau vector , maka proses penyerbukan dikelompokkan menjadi penyerbukan oleh angin, air, atau hewan/serangga. Kalimat dalam ayat diatas yang berbunyi ‘Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan’ mengisyaratkan peristiwa penyerbukan dengan perantaraan angin,yang dalam bahasa ilmiah dikenal dengan Anemophily atau Anemogami.

Sungguh begitu sempurna pedoman umat islam, yakni Al-Qur’an dan Hadits yang mengandung berbagai nilai-nilai dan aturan di segala aspek kehidupan, termasuk perkara ilmu sains yang membuktikan begitu sempurna ciptaan Allah SWT beserta Hikmah yang terkandung di dalamnya. Dan sungguh beruntunglah orang-orang yang disebutkan dalam Al-Qur’an :

“ Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “ Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” 
(QS. Ali-Imran : 191)

Haitsam Al-Ghazi
 
“Dan kami tiupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan kami turunkan hujan dari langit, dan kami beri minum kamu dengan air itu…”. (Surat al-Hijr: 22)

Jauh pada abad ke 6 lalu, proses penyerbukan atau dikenal dengan istilah “Polinasi” telah diketahui oleh bangsa arab berikut juga dengan mekanisme penyerbukan buatan yang hingga sekarang kita pelajari di Sekolah Menengah Hingga Perguruan Tinggi.

Imam Muslim dan Ahmad bin Hambal meriwayatkan dari Abi ‘Awanah dan simak dari Musa bin Thalhah berikut ini :

“ Dari Thalhah bin Abdullah, dia berkata, ‘ Aku berjalan bersama Rasulullah SAW di kebun kurma kemudian beliau melihat sekumpulan orang sedang melakukan penyerbukan. Beliau bertanya, ‘ Sedang apa mereka ?’ Para sahabat menjawab, ‘Mereka sedang melakukan penyerbukan kurma.’ Mereka mengambil benang sari kemudian meletakkannya di putik sehingga terjadi penyerbukan. Rasulullah SAW berkata,’ Aku kira itu tidaklah berguna’. Akhirnya, merekapun turun dari pohon. Ternyata, buahnya berjatuhan(Menjadi buah yang tidak layak makan). Kemudian, berita tersebut sampai kepada Rasulullah SAW. Beliau langsung bersabda, ‘ Sesungguhnya, itu adalah sebuah dugaan. Jika itu berguna, gunakanlah oleh kalian. Dugaan itu bisa benar bisa juga salah dan tentu kalian lebih mengetahui perkara/urusan dunia kalian, tapi sungguh aku tidak mengatakan kepada kalian, “Allah Berfirman”, Karena aku takkan pernah berbohong kepada Allah” (HR.Musim)

“ Mereka mengambil benang sari kemudian meletakkannya di putik sehingga terjadi penyerbukan”

Potongan hadits tersebut secara detail menjelaskan bagaimana terjadinya penyerbukan atau lebih
khususnya penyerbukan dengan bantuan manusia (Antropogami) pada tumbuhan. Subhanallah !
Tentunya hadits ini telah diucapkan jauh sebelum Gregor Johann Mendel melakukan percobaan persilangan tanaman kacang ercisnya pada abad ke 19 seperti yang dipelajari di buku-buku biologi.

Selain itu, Allah SWT juga telah menjelaskan bagaimana penyerbukan di dalam Al-Qur’an yang merupakan petunjuk dan pedoman bagi manusia serta induk dari segala ilmu.

“Dan kami tiupkan angin untuk mengawinkan (tumbuh-tumbuhan) dan kami turunkan hujan dari langit, dan kami beri minum kamu dengan air itu…”. (Surat al-Hijr: 22)

Dalam Tafsir Departemen Agama Indonesia , dijelaskan bahwa dalam ayat ini Allah SWT Menghembuskan angin yang menerbangkan tepung sari dari beragam bunga. Maka hinggaplah tepung sari jantan pada putik bunga, sehingga terjadilah perkawinan yang memunculkan bakal buah, dan buah-buahan menjadi masak terasa yang lezat dan nikmat bagi manusia serta bijinya dapat tumbuh dan berbuah pula di tempat lain. Menurut kajian ilmiah, ayat diatas nampaknya memberikan isyarat tentang proses fenomena botanik yang dikenal dengan penyerbukan atau persarian. Pada tumbuhan berbijji terbuka (Gymnospermae) maka penyerbukan atau persarian adalah peristiwa jatuhnya serbuk sari (Polen) pada liang bakal biji (Microphyl) yang berhubungan langsung dengan bakal biji. Sedangkan pada jenis tumbuhan berbiji tertutup (Angiospermae), maka penyerbukan atau persarian adalah peristiwa jatuhnya serbuk sari (Pollen) dari benang sari (Stamen) ke kepala putik (Stigma). Penyerbukan kemudian diikuti dengan pembuahan atau fertilisasi. Inilah proses perkawinan di dunia botani (Tumbuh-tumbuhan). Penyerbukan memerlukan perantara atau vector. Berdasarkan perantanya atau vector , maka proses penyerbukan dikelompokkan menjadi penyerbukan oleh angin, air, atau hewan/serangga. Kalimat dalam ayat diatas yang berbunyi ‘Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan’ mengisyaratkan peristiwa penyerbukan dengan perantaraan angin,yang dalam bahasa ilmiah dikenal dengan Anemophily atau Anemogami.

Sungguh begitu sempurna pedoman umat islam, yakni Al-Qur’an dan Hadits yang mengandung berbagai nilai-nilai dan aturan di segala aspek kehidupan, termasuk perkara ilmu sains yang membuktikan begitu sempurna ciptaan Allah SWT beserta Hikmah yang terkandung di dalamnya. Dan sungguh beruntunglah orang-orang yang disebutkan dalam Al-Qur’an :

“ Yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “ Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka”
(QS. Ali-Imran : 191)

Haitsam Al-Ghazi
READ MORE - Proses Penyerbukan (Polinasi) Tumbuhan dalam Al-Qur’an dan Hadits

Hikmah dan Ilmu Zoologi pada Percakapan Nabi Sulaiman dan Koloni Semut dalam Al-Qur’an .



Diantara kelebihan yang Allah SWT berikan kepada Nabi Sulaiman adalah, dapat memahami bahasa binatang. Allah SWT berfirman, “Hingga ketika mereka sampai di lembah semut, berkatalah seekor semut, ‘Hai semut-semut, masuklah kedalam sarang-sarang kalian, agar kalian tidak diinjak oleh Sulaiman dan tentaranya, karena mereka tidak menyadari,’” (QS. An-Naml [27]:18)

Mendengar perkataan semut itu, sulaiman tersenyum dan menyuruh pasukannya untuk menghindari lembah semut. Ayat ini tidak hanya menginformasikan keutamaan yang Allah anugerahkan kepada Sulaiman berupa kemampuannya memahami bahasa binatang. Namun, ada beberapa hal lain yang Allah isyaratkan, yaitu:

1. Isyarat Pertama : pada redaksi asli ayat tersebut, semut yang memberi perintah agar para semut masuk kedalam sarang mereka masing-masing disebut dengan namlatun(baca:namlah) artinya: semut betina atau semut ratu. Penelitian tentang kehidupan semut membuktikan, bahwa dalam satu koloni semut, terdiri dari: semut ratu, semut pejantan, dan semut pekerja. Penggunaan kata pada ayat tersebut yang menunjukkan bahwa yang memberi perintah adalah namlah (semut betina/ratu) sangat tepat dengan fakta sebenarnya. Di dunia semut, yang bertugas memberi perintah kepada seluruh semut yang ada dalam koloninya adalah semut ratu.
2. Isyarat kedua: ayat ini menggambarkan kekuatan insting hewan dalam membaca tanda-tanda bahaya. Manusia telah memanfaatkan insting hewan ini untuk membaca gejala-gejala alam seperti gunung meletus yang ditandai dengan turunnya hewan-hewan dari atas gunung ke bawah untuk menyelamatkan diri. Hal ini juga dijelaskan dalam hadits yang terdapat dalam Muwaththa’ Malik tentang keutamaan-keutamaan hari Jum’at. Rasulullah SAW bersabda, “ Kiamat akan terjadi pada hari jum’at… tidak ada satu makhluk pun di bumi, kecuali dia akan mendeteksi suara teriakan yang sangat keras dengan telinganya, sejak fajar hari Jum’at sampai terbitnya matahari, karena mereka takut terhadap hari Kimat; kecuali jin dan manusia.” Hadits ini, selain menginformasikan bahwa hewan memilki rasa takut yang lebih besar daripada manusia terhadap Hari Kiamat, juga menginformasikan hal yang sama seperti yang terdapat pada ayat ke-18 surah An-Naml di atas, bahwa hewan memiliki kemampuan lebih dari manusia dalam mendeteksi berbagai jenis bahaya dan bencana yang akan terjadi.

Sumber : Kerajaan Al-Qur'an, Menyelami Kekuasaan Allah Ta'ala Melalui Ayat-Ayat-Nya Karya Hudzaifah Ismail.
READ MORE - Hikmah dan Ilmu Zoologi pada Percakapan Nabi Sulaiman dan Koloni Semut dalam Al-Qur’an .