Tafsir Qur'an : Jejak Sejarah Nabi Adam AS



Tafsir Al Qur'an Surat Al-Baqarah [2]: 34-39
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudla kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.
Dan Kami berfirman: ‘Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.
Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: ‘Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.
Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
Kami berfirman: ‘Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.’
Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

***

“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: ‘Sujudla kamu kepada Adam,’ maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.”

Kelahiran Nabi Adam a.s. merupakan ikon terciptanya makhluk baru dalam sejarah kehidupan. Dalam catatan sejarah yang diabadikan Al-Quran, penciptaan Adam diikuti sederet peristiwa istimewa yang menunjukkan betapa manusia merupakan makhluk yang secara sengaja diciptakan dengan wujud sempurna dan dipenuhi kemulyaan. Mengawali ciptaannya, Allah telah melebihkan manusia dari makhluk lain dengan memberinya bekal ilmu yang akan terus berkembang melalui peran vital akal yang melengkapi kesempurnaan tersebut. Kelebihan berikutnya adalah instruksi Allah terhadap para malaikat untuk bersujud kepada Adam. Sujud dalam arti penghormatan, pengagungan, penghargaan, pemberian salam, dan ketaatan kepada Allah karena malaikat senantiasa menjalankan perintah Allah.

Namun kenyataan seperti itu bukanlah alasan bagi manusia untuk menyombongkan diri. Ketahuilah bahwasannya kehebatan yang diberikan Allah kepada manusia bukan tanpa maksud. Sadarlah, bahwasannya manusia terlahir dengan tugas berat sebagai khalifah di muka bumi ini. Perlu dicermati pula bahwa sujudnya malaikat kepada manusia hanyalah sebagai petunjuk bahwa malaikat merupakan makhluk suci yang tiada pernah membangkang perintah Allah.

Selain malaikat yang selalu taat, ada pula makhluk ciptaan Allah yang selalu sinis dan akhirnya tidak menerima instruksi Allah Swt. tersebut di atas. Makhluk tersebut bernama iblis. Siapakah iblis itu?

Beberapa pendapat mencoba mendeskripsikan siapa sebenarnya iblis sehingga berani membangkang perintah Tuhannya. Sebagian pendapat mengatakan bahwa iblis merupakan bagian dari jenis malaikat yang disebut jin. Iblis memiliki kedudukan sebagai ketua jin dan penjaga pintu surga. Dia memiliki kerajaan langit dunia dan kerajaan bumi. Namun demikian, Ibnu Jarir (mengutip melalui sanad dari Al-Hasan) berkata, “Iblis sama sekali bukan dari golongan malaikat. Iblis adalah asli bangsa jin, sebagaimana halnya Adam adalah asli bangsa manusia. Ini merupakan kutipan yang sahih dari Al-Hasan.” Demikianlah, tatkala Allah menyuruh para malaikat bersujud kepada Adam, maka masuk pula iblis ke dalam perintah itu. Sebelumnya iblis adalah hamba yang saleh. Dia beribadah bersama para malaikat. Tatkala Allah menyuruh bersujud kepada Adam, maka para malaikat bersujud karena taat kepada Allah. Namun karena pengaruh hasud atas kemuliaan yang telah diberikan Allah, iblis menolak perintah itu. Iblis merasa bahwa dirinya lebih baik dari Adam, bahkan dengan lantang mengatakan bahwa mereka diciptakan dari api sementara Adam diciptakan dari tanah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam ayat lain yang berbunyi, “Allah berfirman: 'Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu aku menyuruhmu?' Menjawab iblis: 'Saya lebih baik daripadanya. Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah.'” (Q.S. Al-A’raaf [7]: 12)

Merasa diri lebih baik, lantas iblis berlaku sombong. Atas dasar sombong, iblis melakukan kedurhakaan dan akhirnya divonis sebagai golongan kafir. Iblis pun diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah. Sesuatu yang hendaknya menjadi pelajaran bagi kita saat merasa diri lebih dari orang lain. Dalam hadits yang sahih, Rasul bersabda, “Tidak akan masuk surga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan meski sebesar biji sawi.” (H.R. Muslim)

Ada pendapat yang mengatakan bahwa perintah sujud dalam ayat ke-34 surat Al-Baqarah tersebut di atas hanya diperintahkan kepada para malaikat Bumi. Menurut pendapat yang sahih, seluruh malaikat (baik yang ada di bumi maupun di langit) bersujud kepada Adam. Zahir ayat itu pun universal, “Maka seluruh malaikat bersujud, kecuali iblis.”


“Dan Kami berfirman: 'Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang yang zalim.”

Kata uskun dalam bahasa Arab mengandung makna ketenangan karena orang yang tinggal di dalam rumah (maskan) akan merasakan ketenangan. Kata uskun juga biasanya menunjuk arti tinggallah sementara. Hal inilah kemudian yang menjelaskan mengapa Adam tidak selamanya tinggal di surga.

Dalam suatu riwayat yang diterima dari Ibnu Mas’ud dan Ibnu Abbas disebutkan bahwasanya ketika Adam tinggal di dalam surga seorang diri, dia merasa kesepian. Karenanya itulah ketika dia sedang tidur, diciptakanlah Siti Hawa dari tulang rusuknya yang pendek dari pinggang kirinya. Adam pun bisa merasa tenang berada di samping Siti Hawa. Hal ini sebagaimana firman-Nya, “Dialah Yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya...” (Q.S. Al-A’raaf [7]: 189)

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw. bersabda: “Nasihatilah perempuan dengan cara yang baik! Perempuan itu diciptakan dari tulang rusuk, sementara yang paling bengkok itu bagian teratasnya. Jika engkau bersikeras meluruskannya, ia akan patah. Tetapi jika engkau membiarkannya, ia akan bengkok selamanya. Maka nasihatilah perempuan dengan cara yang baik!” (H.R. Bukhari, Muslim, Ibnu Abi Syaibah, dan Baihaqi)

Dari ayat ke-35 surat Al-Baqarah ini, ada pertanyaan yang sangat menggelitik. Samakah surga yang ditempati Adam pertama kali bersama Hawa dengan surga akhirat nanti? Mayoritas ulama berpendapat bahwa surga yang ditempati Nabi Adam pertama kali adalah syurga yang ada di langit. Mereka merujuk kepada dalil-dalil di bawah ini.
1. Allah menyebutkan surga pada ayat di atas dengan menggunakan alif lam yang berarti bahwa surga yang ditempati Adam pada waktu itu adalah surga yang sudah diketahui orang banyak, yaitu surga yang berada di langit.
2. Di surga ini, (secara umum) jika seseorang masuk kedalamnya setelah hari kiamat, niscaya dia tidak akan keluar lagi darinya. Akan tetapi, jika ia masuk sebelum hari kiamat, kemungkinan dia bisa keluar lagi sebagaimana yang terjadi pada diri Nabi Adam dan juga Nabi Muhammad Saw. saat peristiwa Isra’ dan Mi’raj.
3. Di sana (surga) ada beberapa makhluk yang dikehendaki Allah bisa keluar masuk, salah satunya adalah para malaikat.

Sebagian ulama lain berpendapat bahwa surga yang ditempati Nabi Adam pada waktu penciptaannya adalah surga di bumi. Lokasinya di daerah Adan, Yaman. Mereka berdalil bahwa suga yang berada di langit, jika seseorang sudah masuk ke dalamnya, niscaya dia tidak akan keluar lagi. Mereka juga berdalil bahwa di dalam surga tidak ada kebohongan dan tidak ada pula kemaksiatan dan hal ini bertentangan dengan penggambaran pada ayat tersebut di atas yang menunjukkan iblis berbuat maksiat dan berbohong kepada Adam (Tafsir Qurtubi: 1/ 207).


“Lalu keduanya digelincirkan oleh setan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: 'Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.'”

Ungkapan adzallahuma (menggelincirkan) menunjukkan pengertian adanya gerakan yang dilakukan. Hal ini seolah-olah menggambarkan bahwa kita menyaksikan setan yang sedang menjauhkan Adam dan Hawa dari surga serta mendorong kaki mereka sehingga terpeleset dan jatuh (Ti Zhilalil Quran).

Setan masuk ke tempat Adam dan Hawa lalu merayu, menggoda, dan membujuk mereka agar mendekati pohon terlarang. Setan mengatakan bahwa itu adalah pohon kekal, siapa yang memakannya akan kekal di dalam surga. Setan memang sangat pandai merayu keduanya dan akhirnya Adam dan Hawa tergoda. Mereka pun mendekati pohon itu serta memakan buahnya. Keadaan itulah yang kemudian menjadikan terbukanya aurat mereka seperti digambarkan pada ayat berikut ini.

“Hai anak Adam, janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya ia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dari suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Q.S. Al-A'raaf [7]: 27)

Kejadian di atas akhirnya menyebabkan semua pelaku (Adam, Hawa, dan iblis) disuruh turun ke bumi dan dimulailah babak baru perseteruan iblis dan manusia.


“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

Begitulah Adam. Sebagai manusia pertama, ia mempunyai aspek kesadaran dan penyesalan akan kesalahan yang telah diperbuat yang membuatnya dapat melakukan pertobatan dengan sungguh-sungguh. Hal ini pula lah yang kemudian ia turunkan kepada anak cucunya (manusia secara keseluruhan) sebagai modal utama meraih tangga kebahagiaan di akhirat kelak.

Penyesalan atas kesalahan yang telah dilakukan oleh Adam dibarengi pula oleh dengan tanggung jawab. Dia memohon kepada Allah agar diberi maaf dan ia pun bertobat atas kesalahan tersebut. Sungguh sebuah kesalahan yang timbul karena ketidaktahuan atas adanya tipu daya musuh yang selalu mengintai kelemahan dan kelalaian manusia.
Demikian sampai akhirnya Adam pun tinggal di Bumi dan nyatalah sekenario Allah bahwa ia akan menjadi khalifah. Kehidupan di Bumi sekaligus sekaligus menjadi ajang penentuan atas bahagia dan binasanya manusia kelak di akhirat sebagaimana digambarkan dalam ayat berikutnya.


“Kami berfirman: 'Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.'”

Dengan bekal kesempurnaan berupa akal, hati, dan nafsu, selanjutnya manusia memikul beban ganda di muka bumi ini yaitu kekhalifahan. Ini merupakan tugas utama atas eksistensinya di muka bumi. Selain menjadi khalifah, manusia juga harus berjuang memenangkan pertarungan abadi dengan setan yang hasilnya akan menjadi penentu nasib kehidupan selanjutnya di akhirat. Pertarungan ini bukan merupakan sesuatu yang enteng. Diperlukan energi ekstra untuk bisa memenangkannya. Tapi manusia tidak perlu risau, dengan Rahmat-Nya yang senantiasa tercurah, Allah mernyediakan jalan terang bagi manusia. Inilah yang kemudian disebut sebagai hidayah. Mengikutinya adalah kebahagiaan dan menjauhinya merupakan kebinasaan sebagaimana digambarkan ayat berikutnya.


“Adapun orang-orang yang kafir dan mendustakan ayat-ayat Kami, mereka itu penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.”

Ayat ini bisa dikatakan sebagai pengunci kisah yang dijelaskan dalam lima ayat sebelumnya. Dari kisah tersebut, terbentanglah di hadapan kita suatu petunjuk untuk tidak mundur dari arena yang menuntut kita untuk berperan ganda dan bekerja secara maksimal. Tetap waspada terhadap musuh abadi yang lihai dan cerdik. Senantiasa menjaga semangat dan kerja keras untuk meraih asa dan cita. Wallahu a’lam.

0 komentar:

Post a Comment