Masuk Surga Tanpa Hisab Tanpa Adzab (1)



Dalil yang menandaskan tentang keutamaan itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhori dan Muslim dari sahabat Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhuma. Bahwasanya Rasulullah shollallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
عرضتُ عَلَي الأممِ، فَرَأَيْتُ الَنِبي وَمَعَهُ الرَهْطُ، والَنِبي وَمَعَهُ الرَّجل والرجلان، والنبي وليس معه أحد، إذ رفع لي سواد عظيم، فظننت أنهم أمتي، فقيل لي: هذا موسى وقومه، فنظرت فإذا سواد عظيم، فقيل لي: هذه أمتك ومعهم سبعون ألفاً يدخلون الجنة بغير حساب ولا عذاب

"Telah ditampakkan umat-umat kepadaku.Maka Aku melihat seorang nabi yang bersamanya beberapa orang (berjumlah sepuluh atau kurang), seorang nabi yang bersamanya satu dua orang saja dan seorang nabi yang tak seorang pun bersamanya. Tiba-tiba ditampakkan kepadaku serombongan besar (yang terlihat dari kejauhan). Aku pun mengira bahwa mereka adalah umatku. tetapi dikatakan kepadaku, “Ini adalah Musa bersama kaumnya”. Kemudian aku melihat serombongan besar yang lain. Maka dikatakan kepadaku, “Ini adalah umatmu, bersama mereka ada tujuh puluh ribu orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab”.

Selanjutnya beliau bangkit dan segera masuk ke rumahnya. orang-orang pun memperbincangkan tentang siapakah mereka itu. Sebagian orang berkata, “Barangkali mereka adalah para sahabat Rosulullah shollallahu 'alaihi wa sallam”. Sedangkan sebagian yang lain berkata, “barangkali mereka adalah orang-orang yang dilahirkan pada masa Islam. Sehingga mereka tak pernah berbuat syirik kepada Allah sedikitpun”. Berikutnya mereka menyebutkan beberapa kemungkiunan lain.

mereka memberitahukan perkaranya kepada Rosulullah shallallahu’alaihi wasallam tatkala beliau keluar . Maka beliau bersabda,

هم الذين لا يسترقون ولا يكتوون ولا يتطيرون وعلى ربهم يتوكلون

“Mereka itu adalah orang-orang yang tidak meminta di ruqyah, tidak meminta di kay, tidak melakukan tathayyur dan hanya bertawakkal kepada Robb mereka”.

Lalu 'Ukasyah bin Mihshan berdiri dan berkata, “Mohonlah kepada Allah agar aku termasuk golongan mereka.

Beliau menjawab,
“Engkau termasuk golongan mereka.”

Kemudian seseorang ikut berdiri dan berkata, “Mohonlah kepada Allah agar aku juga termasuk golongan mereka”.

Beliau menjawab, “Engkau telah kedahuluan 'Ukasyah".

Hadits yang mulia ini mengandung banyak pelajaran penting yang bisa kita ambil. Marilah kita menyimak uraiannya satu persatu dengan mengharap wajah allah.

Sabda Rosulullah shallallahu’alaihi wasallam,


عُرِضْتُ عَلَي الأممِ
“Ditampakkan umat-umat kepadaku”

Allah yang maha tahu kapan yang demikan ditampakkan kepada beliau. Maksud pernyataan beliau bahwa Allah memperlihatkan kepadanya perumpamaan saat para nabi datang bersama pengikutnya di hari kiamat nanti. (lihat qurrotul ‘uyun karya syaikh Abdurrahman Alus syaikh hal.27)

Sabda Rosulullah shallallahu’alaihi wasallam,

فَرَأَيْتُ الَنِبي وَمَعَهُ الرَهْطُ، والَنِبي وَمَعَهُ الرَّجل والرجلان، والنبي وليس معه أحد
“Maka Aku melihat seorang nabi yang bersamanya beberapa orang (berjumlah sepuluh atau kurang), seorang nabi yang bersamanya satu dua orang saja dan seorang nabi yang tak seorang pun bersamanya.”

Pernyataan beliau diatas mengabarkan bahwa yang selamat dari setiap umat hanya berjumlah sedikit. Mayoritas mereka lebih cenderung mengikuti tabiat manusia berupa pengingkaran kepada para Rosul. akhirnya mereka binasa. Allah berfirman,
(1)

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (Al-An`am:116)

(2)

“Dan Kami tidak mendapati kebanyakan mereka memenuhi janji. Sesungguhnya Kami mendapati kebanyakan mereka orang-orang yang fasik.” (Al-A’rof:102)

(3)

“Katakanlah: "Adakan perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. Kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)".” (Ar-Ruum : 42)

Banyak ayat-ayat yang senada dengan beberapa firman Allah di atas dalam Al-quran.

Orang-orang yang selamat pada hari kiamat nanti walaupun berjumlah sedikit tetapi mereka disebut dengan nama As-sawadul A’zhom (golongan yang besar). Sebab mereka memiliki nilai yang besar di sisi Allah meskipun berjumlah sedikit. Maka hendaknya seorang muslim berhati-hati agar jangan terpedaya dengan jumlah mayoritas. Berapa banyak orang yang terpedaya dengan jumlah mayoritas. Sampai sebagian orang yang mengaku berilmu meyakini masalah agama seperti keyakinan orang-orang yang bodoh dan sesat. Mereka tidak mau menoleh kepada firman Allah dan sabda Rosul-Nya, (sehingga mereka hanya mengukur kebenaran dengan jumlah mayoritas semata). (Lihat Qurrotul ‘Uyun hal.27-28)
Kebenaran Tidak Diukur dengan Jumlah Mayoritas

Hadits diatas menceritakan tentang seorang nabi yang dibangkitkan pada hari kiamat namun tak seorang pun bersamanya. Maksudnya nabi itu tidak memiliki seorang pengikut pun tatkala Allah mengutusnya kepada suatu kaum. Allah hendak menegakkan hujjah kepada manusia dengan mengutusnya. Dengan demikian Allah mengangkat seluruh alasan sebab Allah telah menegakkan hujjah atas mereka. (lihat Al-qoulul Mufid karya Ibnu Utsaimin 1/94-95)

Dari sini kita bisa mengambil pelajaran bahwa kebenaran sering berpihak kepada jumlah minoritas dan menjauh dari jumlah mayoritas. Rosulullah shallallahu’alaihi wasallam bersabda,

لا تزال طائفة من أمتي علي الحق ظاهرين, لا يضرهم من خالفهم, و لا من خذلهم حتي يأتي أمر الله و هم علي ذلك

“Senantiasa sekelompok kecil dari umatku tampak nyata diatas kebenaran. Mereka tidak dibahayakan oleh orang yang menyelisihi dan menghinakan mereka, sampai datang perintah allah dalam keadaan mereka tetap demikian.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim dari Mu`awiyah radhiyallahu `anhu)

Syaikh Abdur rahman bin Hasan Alus-syaikh berkata: “sabda Rosulullah shallallahu’alaihi wasallam:

Maka Aku melihat seorang nabi yang bersamanya beberapa orang (berjumlah sepuluh atau kurang), seorang nabi yang bersamanya satu dua orang saja dan seorang nabi yang tak seorang pun bersamanya.

Ini merupakan bantahan terhadap orang-orang yang menjadikan jumlah mayoritas sebagai argumen (kebenaran).” (lihat Fathul Majid karya beliau hal.83)

Pembahasan ini mengingatkan kita kepada sebuah kesesatan yang tertanam pada sistem demokrasi. Yaitu menetapkan kebenaran segala sesuatu dengan suara mayoritas. Ini adalah kesesatan yang nyata tanpa dapat diragukan lagi. Terlalu banyak dalil dari Al-quran dan As-sunnah yang menegaskan kesesatan prinsip demokrasi ini. Diantaranya sebagaimana yang telah kita sebutkan diatas. Ukuran kebenaran adalah wahyu yang Allah turunkan kepada nabinya baik berupa Al-quran maupun As-sunnah. Allah berfirman,
(4)

“Kebenaran itu adalah dari Robbmu, maka jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.” (Al-Baqoroh:147)

Dalam ayat lain,
(5)

“Ikutilah wahyu yang diturunkan kepada kalian dari Robb kalian dan janganlah kalian mengikuti wali-wali selainnya.” (Al-A’raaf:3)

Sebaliknya dalam Al-Quran justru Allah melarang untuk mengikuti kebanyakan orang,

(6)

“Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang dimuka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (Al-An’am:116)

Allah tidak memerintahkan kita untuk mengikuti suara mayoritas. Akan tetapi Allah memerintahkan kita untuk mengikuti kebenaran yang datang dari sisinya walaupun hanya segelintir orang yang berpihak kepadanya. Kita berharap semoga kaum muslimin mau meninggalkan sistem demokrasi yang sesat ini, demi kebahagian hidup mereka didunia sebelum akherat. Allahul Musta`an

Wallahu a’lam bis shawab


Bersambung...
Sumber : http://www.ahlussunnah-jakarta.com

0 komentar:

Post a Comment