Kisah Si Anak Kerang

Di samudra luas, airnya berwarna biru karena lautnya yang amat dalam, tinggalah seekor kerang yang lagi kecil. Ia seekor kerang yang amat pemberani, walaupun cangkangnya masih rapuh tapi ia selalu saja berani bermain ke tengah dataran pasir luas yang menjadi lahan pemangsa dan sewaktu-waktu bisa saja menerkamnya. Si ibu kerang selalu marah apabila mengetahui anaknya bermain ke daerah itu, tapi dasar si anak kerang yang bandel tak pernah mau dilarang. Ia selalu mencuri-curi kesempatan agar bisa bermain ke sana. Entah apa yang mengasyikkan, mungkin ia hanya senang berenang-renang di hamparan pasir yang luas disinari cahaya matahari yang terbias ombak permukaan.

Hari demi hari dilaluinya dengan terus melanggar larangan ibunya untuk bermain di hamparan pasir itu. Ia selalu senang, riang mondar-mandir sana-sini. Walaupun hanya ia sendiri kerang yang berada disana, karena teman-temannya tak ada yang mau bermain bersama di daerah yang menurut mereka berbahaya itu. Tingkah polahnya itu ternyata menjadi perhatian seekor ikan buntal yang sudah lama mengincar si anak kerang.

Suatu waktu, ikan buntal teramat lapar. Tampaknya kesialan sedang menghampiri dirinya, sudah seharian ia tak berjumpa udang, cumi, ataupun ikan kecil lainnya yang biasa menjadi santapannya. Di teriknya siang yang membuatnya semakin lapar, ia berjalan di hamparan pasir dan tampaklah olehnya si anak kerang sedang bermain dengan riang. Melihat hal itu, terpikir olehnya untuk menyantap si anak kerang. Ikan buntal pun sontak mengejar si anak kerang. Melihat ikan buntal yang melesat kencang ke arahnya ditambah pula dengan wajah kelaparan, tentu si anak kerang terkejut dan lari tunggang langgang menghindari ikan buntal. Ia masuk ke sela-sela karang laut hingga akhirnya ikan buntal tak mampu menjangkaunya.

Anak kerang amat ketakutan, ia menangis. Ketika situasi dilihatnya sudah cukup aman, dengan cepat ia pulang menemui ibunya. Sesampainya di tempat ibunya, ia menangis dan mengadu pada ibunya. Ia amat ketakutan dan menempelkan dirinya ke ibunya untuk menenangkan diri. Ibunya sedih melihat anaknya demikian shock, namun ibu kerang hanya menasihati, “Nak, itulah sebabnya ibu dari dahulu selalu melarangmu bermain kesana. Namun engkau selalu saja meremehkan peringatan ibu. Akhirnya seperti inilah jadinya. Beruntunglah Allah masih melindungimu anakku, lain kali dengarkanlah perkataan ibu, karena setiap peringatan ibu adalah tanda sayang ibu padamu. Ibu tak ingin terjadi apa-apa denganmu anakku.” Mendengar perkataan ibunya, timbul penyesalan di hati anak kerang. Ia menangis dan meminta maaf pada ibunya. Ia juga berjanji akan menaati dan tak lagi melanggar nasihat ibunya.

Ketika ia akan berjalan menuju tempat tidurnya, terasa sakit sekali di perutnya. Sakit luar biasa hingga ia berteriak. Mendengar teriakan anak kerang, ibu kerang kaget dan sangat cemas. “Kenapa anakku?”, tanya ibu kerang amat khawatir. Anak kerang tak mampu berkata, ia menangis kencang dan membuka cangkangnya. Ternyata ada sebutir pasir yang terselip dalam dagingnya. Mungkin pasir ini masuk pada saat ia berlari menghindari kejaran si ikan buntal.

Melihat anaknya menangis kesakitan dan memanggil-manggil ibunya, ibu kerang sangat sedih. Namun ia bisa berbuat apa? “Anakku, tahanlah rasa sakit itu. Allah tak menciptakan tangan untuk kita, sehingga ibu tak bisa menyingkirkan butiran pasir itu. Tahanlah anakku, Allah pasti punya rencana dibalik rasa sakitmu itu.”, kata ibunya membujuk sambil berurai air mata.

Tangis anak kerang tak juga reda, namun ibu kerang menuntunnya ke tempat tidurnya dan menyanyikan lagu tidur untuk menenangkan anak kerang. Akhirnya setelah semalaman, anak kerangpun tertidur juga meskipun gelisah karena sakit teramat di dalam dagingnya. Ibu kerang terus menemani anaknya hingga pagi menjelang.

Keesokan harinya, anak kerang tak mampu bergerak banyak. Rasa sakit itu masih terasa hingga jika bergerak akan semakin terasa sakit. Ibu kerang selalu merawat anak kerang dengan penuh kasih sayang dan keikhlasan. Sambil terus menanamkan motivasi dan optimistis kepada anaknya. Ia meyakinkan si anak kerang bahwa semua kesakitan itu pasti akan berakhir indah. Anak kerang yang sudah berjanji dalam hatinya pun selalu mendengarkan nasihat ibunya dan yakin dengan semua itu.


Akhirnya setelah sekian lama, rasa sakit itu tak lagi terasa. Namun sebuah kejutan luar biasa ketika ia membuka cangkangnya. Sebuah sinar terpantul dari mutiara yang terdapat di dalamnya. Ternyata pasir itu telah terbungkus epithelium yang perlahan mengubahnya menjadi mutiara nan indah. Kini tampak sudah buah ketabahan dan kesabaran si anak kerang. Tampak pula buah baktinya pada ibunya. Kini anak kerang telah berubah menjadi kerang mutiara. Bukan kerang biasa. Ia punya kelebihan di banding kerang-kerang lain dan punya harga yang lebih mahal. Semua juga berkat jasa ibunya, yang senantiasa mendukung dan memberi yang terbaik untuk anak kerang.

Inilah gambaran anak yang akan mendapat kecelakaan bila melawan nasihat kebaikan (sesuai syariat) dari ibu, dan akan mendapat keuntungan apabila menaati nasihat kebaikan (sesuai syariat) sang ibu. Ini juga gambaran ibu yang selalu sayang pada anaknya seperti apapun kondisinya. Kasih ibu tulus murni tak berharap apapun. Semua diberikan hanya untuk kebaikan anak itu sendiri. Maka hormatilah dan sayangilah ibumu.

Hadits riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:
Seseorang datang menghadap Rasulullah saw. dan bertanya: Siapakah manusia yang paling berhak untuk aku pergauli dengan baik? Rasulullah saw. menjawab: Ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab: Kemudian ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab: Kemudian ibumu. Dia bertanya lagi: Kemudian siapa? Rasulullah saw. menjawab lagi: Kemudian ayahmu.
(Shahih Muslim 


http://kapandut.blogspot.com

0 komentar:

Post a Comment